Siapa yang tidak tahu Jakarta, sekarang ketika orang ditanya tentang Jakarta, jawabannya bukan lagi Ibukota Negara Indonesia, melainkan kalau bukan macet, ya banjir. Jakarta sekarang lebih identik dengan macet dan banjir, bukan lagi Ibukota Negara ataupun kota metropolitan se-jagad Indonesia.
Berbicara mengenai banjir, faktor paling utama yang membuat banjir adalah intensitas hujan yang tinggi. Jelas, karena jika tidak hujan, pasti tidak akan banjir. Penyebab yang lainnya terdapat banyak faktor, seperti menyempit dan pendangkalan sungai secara alami, karena lumpur atau pasir yang sudah mengendap di dasar sungai di Jakarta. Letak geografis Jakarta yang lebih rendah dari tetangganya, misalnya Bogor, dapat menyebabkan banjir kiriman meskipun di Jakarta sedang atau tidak hujan. Lalu Letak Jakarta (Jakarta utara) yang lebih rendah dari air laut, yang dapat menyebabkan banjir rob. Manusia pun tidak kalah berperannya, buang sampah ke sungai pun dapat menyebabkan banjir, meskipun sepele tetapi kebiasaan itu jelas tidak boleh dilestarikan, bahkan harus dimusnahkan.
Namun seringkali di telinga kita terdengar berita siklus banjir 5 tahunan, yang berarti setiap 5 tahun Jakarta akan dilanda banjir besar, walaupun setiap tahunnya selalu dihinggapi banjir. Namun menurut Kepala Pusat Iklim, Agroklimat, dan Iklim Maritim BMKG, Nurhayati mengatakan, siklus banjir lima tahunan tidak bisa ditentukan. Pada prinsipnya tidak benar atau tidak dapat ditentukan siklus banjir lima tahunan tersebut. banjir tidak bisa diprediksi karena perilaku, waktu, intensitas dan perulangan curah hujan lebat yang menimbulkan banjir tidak beraturan. Menurut beliau potensi hujan lebat dan banjir untuk DKI Jakarta dapat terjadi pada bulan Januari atau Februari 2013, Karena Bulan tersebut merupakan puncak musim hujan.
Teori :
Modul 13 : Pengelolaan Banjir
"Gelombang panas dan hujan lebat akan semakin sering." (Dokumen Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim, Paris, 2007)
Ketika bayang-bayang banjir masih menghantui banyak warga Jakarta, beberapa kearifan ilmiah dapat dipetik dari peristiwa yang amat menyesakkan dada ini. Kearifan yang dimaksud terkait dengan potensi beberapa disiplin ilmu yang relevan dengan musibah banjir, tetapi kurang diapresiasi. Ilmu-ilmu ini sesungguhnya telah dikenal tidak saja di kalangan masyarakat, tetapi juga di kalangan para pengambil keputusan, namun masih sering dilupakan dalam kehidupan sehari-hari, yang akibatnya lalu terjadi berbagai bencana, termasuk banjir.
Yang pertama tentu saja soal-soal cuaca. Dalam hal ini, media massa perlu memperbanyak dan mempersering menerbitkan laporan tentang ilmu cuaca agar masyarakat semakin terbiasa. Di dunia internet, The Franklin Institute, misalnya, punya situs yang secara komprehensif menyediakan berbagai info tentang cuaca yang bisa digunakan oleh pelajar, mahasiswa, pendidik, pemimpin, dan mitra kerja sama.
Di situs itu pula terdapat pameran tentang gejala alam El Nino, juga pemantauan Bumi (Earth Watch), weather on demand, peta cuaca, Pusat Hurricane Nasional. Selain itu, ada pula info latar belakang, antara lain tentang angin, kilat, tornado, suhu, dan pelangi. Sementara itu, untuk menghadapi cuaca buruk (severe weather), dimuat pula petunjuk keselamatan ketika menghadapi tornado, kilat, dan hurricane.
Dalam kaitan ini pula, pemahaman akan ilmu yang lebih luas dari ilmu cuaca, yakni meteorologi, juga semakin dirasakan relevan. Adanya BMKG yang secara teratur memberikan prakiraan dan analisis cuaca terasa betul amat membantu, dan ke depan peranannya akan semakin besar. Oleh sebab itu, di negara dengan wilayah geografis besar dan unik, lembaga seperti BMKG patut terus dikembangkan, dilengkapi sarana dan prasarananya dengan teknologi canggih, untuk mendukung aktivitasnya sehingga menghasilkan prakiraan cuaca yang lebih akurat dari waktu ke waktu.
Solusi dan pembahasan :
Banjir Kanal Timur yang telah ada di Jakarta memang membantu dalam mengatasi masalah banjir, tetapi tidak berfungsi untuk keseluruhan Jakarta. Deep tunnel yang dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta memungkinkan bisa ‘memindahkan banjir’ supaya air bisa mengalir ke sungai atau dibuang ke laut.
Selain itu pengerukan sungai, terutama ciliwung itu sangat harus cepat dilakukan, karena volume sungai hanya 30% terisi oleh air, sisanya oleh endapan seperti pasir dan lumpur. Maka ketika sungai dikeruk, ada kemungkinan volume air banjir bisa ditampung ke sungai ciliwung.
Kerja sama antar wilayah terdampak, seperti Jakarta dan Bogor itu perlu dilakukan. Bagaimana caranya supaya banjir di Bogor tidak melulu terkirim ke Jakarta. Sepertinya sulit, tetapi jika kerja sama terjalin dengan baik, maka tidak ada yang tidak mungkin. Seperti kerja sama pengerukan sampah di sungai, penanaman pohon atau perluas ruang terbuka hijau untuk menyerap banjir.
Perluas Ruang Terbuka Hijau atau ruang terbuka banjir untuk menyerap air hujan.
Kesimpulan dan Saran :
Banjir di Jakarta memang setiap tahun menghinggapi Ibukota, tetapi tidak ada salahnya kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi banjir. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian solusi dan pembahasan, atau yang mudah, cukup jangan buang sampah sembarangan, lalu kita dukung rencana pemerintah DKI Jakarta dalam mengatasi banjir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar